Malaysia pada hari Kamis mengatakan bahwa pihaknya mungkin akan menghentikan ekspor ke Uni Eropa sebagai respons terhadap undang-undang baru yang menurut UE ditujukan untuk melindungi hutan dengan membatasi impor minyak sawit.
UE telah memperkenalkan beberapa peraturan dalam beberapa tahun terakhir untuk mengatur impor kelapa sawit setelah penanamannya menyebabkan deforestasi berlebihan, sehingga memicu protes dari produsen utama Indonesia dan Malaysia.
Berikut adalah kronologi meningkatnya ketegangan antara produsen minyak sawit Asia dan UE terkait masalah ini.
5 April 2017
Malaysia menyampaikan kekhawatirannya setelah anggota parlemen Uni Eropa menyerukan pengawasan yang lebih ketat terhadap minyak sawit dan minyak nabati lainnya yang digunakan dalam bahan bakar nabati untuk mencegah target transportasi terbarukan pasca-2020 yang dicanangkan oleh blok tersebut agar tidak berkontribusi terhadap deforestasi.
14 JUNI 2017
Para perunding UE sepakat untuk menghentikan penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar transportasi mulai tahun 2030. Indonesia, Malaysia dan Thailand, yang memproduksi sebagian besar minyak sawit yang diimpor ke Eropa, sebelumnya telah memperingatkan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap apa yang mereka sebut sebagai tindakan proteksionis jika larangan tersebut diberlakukan.
3 November 2017
Indonesia mengatakan pihaknya mungkin akan memblokir impor susu bubuk dari UE jika UE mengambil keputusan untuk membatasi impor minyak sawit.
16 April 2018
Jaringan supermarket Inggris, Islandia, mengatakan akan menghapus minyak sawit dari produk makanan mereknya sendiri karena kekhawatiran akan kerusakan hutan hujan. Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC), yang dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia, mengatakan klaim yang dibuat oleh Islandia telah menyesatkan konsumen mengenai manfaat minyak nabati lainnya bagi lingkungan.
13 MARET 2019
Komisi Eropa menyimpulkan bahwa budidaya kelapa sawit menyebabkan deforestasi berlebihan dan penggunaan bahan baku biofuel yang berbahaya, termasuk minyak sawit, harus dibatasi hingga tahun 2023 dan dihapuskan pada tahun 2030.
16 Desember 2019
Indonesia mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terhadap UE, dengan alasan bahwa pembatasan yang dilakukan oleh blok tersebut terhadap biofuel berbasis minyak sawit tidak adil.
7 Februari 2020
Indonesia dan Malaysia menuduh UE melakukan diskriminasi terhadap minyak sawit berdasarkan rencana untuk menetapkan batasan baru pada tingkat kontaminan makanan yang dikenal sebagai ester 3-MCPD yang ditemukan dalam minyak dan lemak olahan. CPOPC mempertanyakan keputusan UE yang memberlakukan batas lebih rendah pada minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya.
17 JULI 2020
CPOPC menawarkan kerja sama dengan Komisi Eropa untuk merancang peraturan bagi kebijakan pasokan pangan “Farm to Fork” UE yang bertujuan untuk menciptakan rantai pasokan yang berkelanjutan.
19 Januari 2021
Malaysia mengajukan keluhan WTO terhadap UE dan negara-negara anggotanya, Prancis dan Lituania, karena membatasi biofuel berbasis minyak sawit.
6 DES 2022
UE menyetujui peraturan baru yang melarang penjualan minyak sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi kecuali importir dapat menunjukkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan.
9 Januari 2023
Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bekerja sama dan memperkuat kerja sama untuk melawan diskriminasi terhadap minyak sawit.
12 Januari 2023
Malaysia mengatakan pihaknya mungkin akan berhenti mengekspor minyak sawit ke UE sebagai respons terhadap peraturan deforestasi baru yang diumumkan pada bulan Desember. Duta Besar UE untuk Malaysia mengatakan bahwa blok tersebut tidak melarang impor minyak sawit apa pun dari negara tersebut dan bahwa undang-undang tersebut berlaku juga untuk komoditas yang diproduksi di mana pun, termasuk di negara-negara anggota UE.