Presiden otoriter Venezuela Nicolás Maduro telah memerintahkan Platform X diblokir di negara Amerika Selatan tersebut. “Twitter, yang sekarang dikenal sebagai X, menyerukan kebencian, fasisme, perang saudara, kematian dan konfrontasi di antara rakyat Venezuela,” kata Maduro dalam pidatonya. Oleh karena itu, ia memerintahkan otoritas telekomunikasi Conatel memblokir X selama sepuluh hari. Dia membiarkannya terbuka kapan tindakan ini akan berlaku.
Setelah pemilihan presiden Venezuela yang kontroversial pada 28 Juli, Maduro juga berdebat secara terbuka dengan pemilik X, Elon Musk. Dia juga secara pribadi menuduhnya menghasut kebencian, perang saudara, dan kematian. Belum ada komentar dari Musk atau X.
Pada hari Senin, kepala negara berhaluan Marxis tersebut telah meminta agar layanan pesan WhatsApp dihapus karena digunakan “untuk mengancam Venezuela.” Ia juga meminta rekomendasi para ahli di bidang regulasi media sosial seperti Instagram dan TikTok. Menurut Maduro, platform-platform ini juga digunakan untuk menghasut kebencian selama protes spontan terhadap pemerintahnya.
24 tewas, ratusan ditangkap
Sejak akhir bulan Juli, sejumlah warga Venezuela telah melakukan demonstrasi menentang apa yang mereka yakini sebagai pemilu presiden yang curang. Negara mengambil tindakan tegas. Menurut organisasi hak asasi manusia Provea dan Human Rights Watch, 24 orang terbunuh dan ratusan lainnya ditangkap.
Setelah pemungutan suara, otoritas pemilu Venezuela, CNE, secara resmi menyatakan Maduro, yang berkuasa otoriter sejak 2013, sebagai pemenang. Namun, mereka belum mempublikasikan hasil yang berbeda untuk masing-masing daerah pemilihan. Pihak oposisi menuduh pemerintah melakukan kecurangan pemilu dan mengklaim kemenangan kandidatnya Edmundo González Urrutia. Dalam sebuah surat terbuka, ia dan pemimpin oposisi María Corina Machado meminta pasukan keamanan untuk memihak rakyat dan tidak lagi mengikuti perintah pemerintah yang sedang menjabat. Kejaksaan Agung kemudian membuka penyidikan terhadap keduanya.
AS dan sejumlah negara Amerika Latin telah mengakui mantan diplomat González sebagai pemenang pemilu. Uni Eropa, Organisasi Negara-negara Amerika dan banyak negara lain di kawasan ini menyatakan keraguannya terhadap hasil resmi pemilu dan menyerukan publikasi daftar rinci hasil pemilu.
sti/se (afp, dpa, rtr, epd)