Setelah penyelidikan rumah terhadap dua jurnalis Turki di dekat Frankfurt am Main, pemerintah di Ankara memanggil duta besar Jerman Jürgen Schulz. Kementerian Luar Negeri Turki menulis dalam sebuah pernyataan tentang “penangkapan” dua jurnalis dari surat kabar pro-pemerintah Sabah di Frankfurt, mengatakan bahwa tindakan tersebut dimaksudkan untuk “melecehkan dan mengintimidasi” pers Turki.
“Tersangka distribusi data pribadi yang berbahaya”
Kantor kejaksaan Darmstadt dan markas polisi Hesse Selatan kemudian menjelaskan bahwa apartemen pribadi dua jurnalis di Mörfelden-Walldorf digeledah “atas dugaan penyebaran data pribadi yang berbahaya,” sebagaimana diatur dalam Pasal 126a KUHP.
Media penyimpanan dan barang bukti lainnya disita dalam operasi tersebut. Kedua pria tersebut, masing-masing berusia 46 dan 51 tahun, dibebaskan setelah penggeledahan. Penyidik belum mau memberikan keterangan lebih lanjut karena proses yang masih berjalan. Menurut Sabah, mereka adalah jurnalis Ismail Erel dan Cemil Albay.
Kementerian Turki lebih lanjut menulis dalam sebuah pernyataan bahwa para jurnalis tersebut menjadi korban pengaduan tidak berdasar dari anggota organisasi Gulen. Turki mencurigai gerakan pengkhotbah Muslim Fethullah Gulen berada di balik upaya kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Juli 2016 dan memasukkannya ke dalam organisasi teroris.
“Ajari seluruh dunia tentang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi”
Kementerian Luar Negeri juga menghubungkan insiden tersebut dengan pemilihan parlemen dan presiden pada hari Minggu. Fakta bahwa tindakan tersebut terjadi segera setelah putaran pertama pemilihan presiden adalah “tindakan yang disengaja,” lanjut Ankara. Jerman ingin “menginstruksikan seluruh dunia tentang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi”, tetapi tindakan “melawan kebebasan pers” mengungkapkan “standar ganda” negara tersebut. Banyak orang di Jerman mengkritik kampanye pemilu di Turki sebagai hal yang tidak adil, sebagian karena sebagian besar media berada di tangan pemerintah.
sti/uh (afp, rtr)