Seorang pria Tunisia tewas dalam bentrokan antara migran dan penduduk setempat di kota pesisir Sfax. Juru bicara pengadilan mengumumkan bahwa polisi telah menangkap tiga warga Afrika dari wilayah sub-Sahara. Mereka diduga bertanggung jawab atas kematian pria tersebut.
Terjadi bentrokan antara penduduk lokal dan migran di kota tersebut dalam beberapa malam terakhir. Menurut saksi mata, pihak yang terlibat di kedua belah pihak saling melempar batu. Polisi menggunakan gas air mata untuk menghentikan kerusuhan. Sebanyak 34 orang ditangkap, lapor lembaga negara TAP, mengutip sumber peradilan. Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan bagaimana tempat penampungan tempat para migran menginap dibakar.
Warga Sfax baru-baru ini mengeluhkan perilaku para migran tersebut. Mereka pada gilirannya mengatakan bahwa mereka terkena pelecehan rasis dari penduduk setempat. Bulan lalu, warga menyerukan agar para migran dideportasi dan mengatakan bahwa Sfax tidak boleh menjadi kota pengungsi. Kota metropolitan ini terletak di selatan ibu kota Tunis di Laut Mediterania.
Eropa sedang mencoba memberikan tekanan
Kota terbesar kedua di Tunisia, dengan sekitar 270.000 penduduk, adalah rumah bagi ribuan migran yang sebagian besar berasal dari Afrika yang ingin berangkat ke Eropa dari pantai Mediterania. Karena pelabuhan Sfax dijaga ketat, banyak migran mencoba menyeberang dengan perahu, beberapa di antaranya tidak layak berlayar, dari pantai terdekat.
Bersama dengan Libya, Tunisia adalah salah satu negara transit terpenting bagi para migran di Afrika Utara dalam perjalanan mereka menuju Eropa. Presiden Tunisia Kais Saied baru-baru ini mengumumkan tindakan yang lebih keras terhadap mereka, yang menyebabkan gelombang kekerasan dan pelecehan terhadap migran sub-Sahara. Para pengamat melihat hal ini, bersamaan dengan krisis ekonomi di Tunisia, sebagai penyebab peningkatan tajam jumlah migran yang menyeberang dari negara tersebut ke Eropa. Namun banyak juga warga Tunisia yang mencoba datang ke Eropa dengan perahu karena masalah ekonomi di tanah air mereka.
Negara ini mendapat tekanan dari Eropa untuk mencegah migran meninggalkan negaranya. Namun Presiden Saied menyatakan Tunisia tidak akan menerima peran penjaga perbatasan bagi Eropa.
qu/kle (rtr, dpa)