PEMERINTAH AKAN MEMBELA LEMBAGA KEKERASAN : PM ANWAR
Pada acara tersebut pada hari Senin, Anwar mengatakan bahwa pemerintah akan membela lembaga kerajaan dan memastikan bahwa tindakan yang tepat akan diambil terhadap pihak mana pun yang mencoba mengancam monarki dan Konstitusi.
“Institusi tersebut harus ditegakkan (dan) dilindungi. Oleh karena itu, pemerintah tidak akan membiarkan institusi kerajaan diolok-olok atau diganggu atas nama kebebasan,” katanya, menurut New Straits Times.
Pada hari Minggu, raja mengimbau seluruh warga Malaysia untuk tidak mengubah masalah agama menjadi polemik dan perselisihan politik.
Menurut Bernama, raja menegaskan semua pihak harus menghormati posisi Islam sebagai agama federasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Konstitusi Federal.
Semua pihak juga harus menghormati posisi penguasa Melayu sebagai pemimpin Islam di negaranya masing-masing, tambahnya.
“Meski begitu, agama lain masih bisa dianut secara damai. Semangat penuh toleransi masyarakat Malaysia terhadap pluralisme yang ada sejatinya menjadi landasan kekuatan utama negara tersebut.
Oleh karena itu, untuk membangun negara yang kuat, sukses, berwibawa, dan bermartabat, kita semua harus menolak agenda retoris perpecahan, dan sebaliknya bersatu untuk mengarahkan negara menuju masa depan yang lebih baik, kata raja dalam pernyataannya, menurut Bernama. pidato kerajaan terkait perayaan ulang tahun resminya.
Raja yang saat itu menjabat sebagai Sultan Pahang menjabat sebagai Yang di-Pertuan Agong pada 31 Januari 2019. Di bawah sistem monarki bergilir Malaysia, sembilan penguasa negara itu menjabat sebagai raja untuk masa jabatan lima tahun.
Dalam pidato kerajaannya, raja mencatat bahwa pemilihan umum ke-15 (GE15) dan proses pembentukan pemerintahan federal berlangsung lancar dalam suasana damai dan harmonis.
“Ini jelas menunjukkan bahwa demokrasi yang dipraktikkan di negara ini masih membuahkan hasil. Itu harus tetap menjadi landasan stabilitas dan keharmonisan negara,” ujarnya.
Selama GE15, partai Islam Parti Islam Se-Malaysia (PAS) dan presidennya Abdul Hadi Awang adalah “penguat terbesar” retorika rasial, menurut laporan yang diterbitkan oleh Pusat Jurnalisme Independen Malaysia (CIJ).
Studi tersebut mengatakan Abdul Hadi mendorong sentimen anti-Tiongkok terhadap Partai Aksi Demokratik (DAP) melalui postingan negatif di media sosial dan menyebut kampanye kandidat asal Melayu sebagai “langkah yang berbahaya dan licin”.
Dalam postingan Facebooknya pada tanggal 12 Mei, Abdul Hadi mengklaim bahwa PAS bertujuan untuk “mengembalikan kekuatan kepemimpinan Muslim Melayu”.
“Saat ini PAS berupaya memperkuat politik Islam Melayu dan kami berkewajiban memimpin dengan menawarkan dukungan dan kerja sama untuk mempersatukan Melayu melalui Islam,” ujarnya.