Ng berharap dapat menurunkan harga ikan hasil laboratoriumnya dari US$60/kg (Rp 882 ribu) menjadi kurang dari US$30/kg (Rp 441 ribu) pada tahun 2025 dengan menggunakan media sel daging yang lebih murah dan kaya nutrisi. . Tujuan akhirnya adalah menjual seluruh produk daging budidaya dengan harga US$10/kg (Rp 147 ribu).
“Tahun lalu kami berhasil menemukan pengganti bahan yang membuat daging budidaya menjadi sangat mahal,” katanya, seraya menambahkan bahwa ini merupakan langkah penting menuju produksi skala besar yang membuka jalan bagi fasilitas tersebut.
Meski banyak yang mengatakan bahwa memproduksi daging di laboratorium lebih ramah lingkungan dibandingkan metode peternakan tradisional, Ng mengakui bahwa diperlukan listrik dalam jumlah besar untuk menumbuhkan daging di bioreaktor dalam jumlah besar.
“Sinar matahari bagus di Malaysia, jadi kami akan menggunakan energi matahari untuk menggerakkan bioreaktor. Kami tidak bisa mengatakan bahwa kami tidak menggunakan listrik apa pun dibandingkan dengan peternakan konvensional, tapi kami berusaha meminimalkannya,” ujarnya.
MEMBLOKIR HAMBATAN
Dr Tan Thuan Chew, pakar protein alternatif di Universiti Sains Malaysia, mengatakan daging hasil budidaya “tidak sepenuhnya tanpa dampak terhadap lingkungan”.
“Produksi daging hasil budidaya menghasilkan bahan limbah seperti media pertumbuhan, bioreaktor, dan perangkat lainnya,” katanya kepada CNA. “Pembuangan bahan ini berdampak terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.”
Media pertumbuhan adalah solusi yang memungkinkan sel tumbuh dan berkembang biak. Ini termasuk serum janin sapi, cairan yang tersisa setelah darah diambil dari bekuan janin sapi.
Namun, Tan mencatat bahwa daging hasil budidaya mempunyai potensi untuk “mengurangi secara signifikan” emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan produksi daging tradisional, dan dapat mengatasi permasalahan seperti kesejahteraan hewan dan ketahanan pangan.
“Namun, teknologi ini masih baru dan diperlukan penelitian dan pengembangan agar dapat layak secara komersial dan berkelanjutan,” ujarnya.
Tan mengatakan Malaysia harus berinvestasi dalam infrastruktur baru yang mendukung produksi dan distribusi daging hasil budidaya, termasuk fasilitas khusus untuk menumbuhkan sel daging.
“Selain itu, daging budidaya saat ini diproduksi dalam skala kecil, dan meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan konsumen akan menjadi sebuah tantangan,” katanya.
“Teknologi yang digunakan untuk membuat daging budidaya perlu disempurnakan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.”