CIANJUR, Indonesia: Ratapan yang tak henti-hentinya terdengar hingga puluhan meter dan bergema di dinding Rumah Sakit Umum Sayang di kota Cianjur yang tenang, Indonesia.
Obat penenang yang disuntikkan ke tubuhnya menghilang dan Azka Maulana Malik yang berusia lima tahun, yang selamat dari gempa berkekuatan 5,6 skala Richter yang melanda wilayah tersebut pada hari Senin, sangat menderita.
Hampir tidak ada luka dan memar di kulitnya, sehingga beberapa pekerja medis curiga bahwa bocah tersebut mungkin mengalami luka dalam. Rumah sakit akan melakukan tes dan investigasi pada Kamis (24 November) untuk mengetahui apakah memang demikian.
Azka menjadi berita utama di Indonesia karena bertahan lebih dari 48 jam terjebak di bawah reruntuhan rumahnya yang hancur. Ketika tim penyelamat akhirnya mengevakuasinya, Azka lemah dan dehidrasi setelah dua hari tanpa makanan atau air.
Video penyelamatannya segera menjadi viral dan Azka dipuji sebagai keajaiban dan simbol harapan di tengah bencana yang merenggut nyawa lebih dari 250 orang.
Saat ia dibawa ke RS Sayang, puluhan pejabat senior pemerintah datang menemuinya, termasuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin dan Panglima TNI Andika Perkasa.
Azka tampaknya tidak mempermasalahkan arus orang-orang terkemuka, sesama pasien, pekerja medis, dan relawan yang ingin bertemu dengannya, bahkan ketika salah satu dari mereka menghadiahkannya sebuah sepeda. Ia terlalu lemas untuk tetap terjaga dan saat rasa sakit membangunkannya, Azka langsung bertanya kepada ibunya, Eti Suryati.
“Saya tidak tega memberitahunya, jadi saya abaikan saja,” kata ayah Azka, Muhammad Eka, kepada CNA sambil berusaha menahan air matanya.
Suryati tewas tertimpa rumah dua lantai mereka yang ambruk, begitu pula nenek dari pihak ibu Azka, Endah. Kakak perempuannya yang berusia 14 tahun, Elsa Rahmawati, mengalami patah kaki ketika tembok runtuh menimpanya saat dia kembali dari sekolah.
MENOLAK UNTUK MENYERAHKAN HARAPAN
Eka berada 200 km jauhnya untuk bekerja ketika gempa terjadi. Kurang dari satu jam sebelum rumahnya rata dengan tanah, dia melakukan panggilan video dengan Azka dan Suryati dan menceritakan betapa dia merindukan mereka.
Eka mengaku mengetahui gempa tersebut dari pemberitaan media. Ia mencoba menelepon semua orang yang mungkin mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya, namun tidak berhasil, karena gempa yang pusat gempanya hanya berjarak sekitar 10 km dari desanya juga mengganggu jaringan listrik dan layanan seluler.
Eka segera bergegas menuju Cianjur dan tiba sore hari dan menemukan desanya, Rawa Cina, sudah hancur.
“Saya hanya terdiam ketika melihat apa yang terjadi pada rumah saya,” ujarnya.
Tidak terdengar teriakan minta tolong dari bawah tumpukan beton, batu bata, dan rangka atap kayu. Orang-orang di desanya berasumsi bahwa semua orang di desanya tidak mungkin selamat.