INTEROPERABILITAS ADA MASALAH POTENSI
Namun, Pak Fahmi mencatat bahwa pembelian tersebut memiliki kelemahan dalam hal sinkronisasi dan interoperabilitas.
Oleh karena itu, perlu dilakukan secara selektif dan diprioritaskan pada sistem pertahanan yang tidak memerlukan keselarasan dan interoperabilitas, ujarnya.
Diandra Megaputri Mengko, seorang peneliti yang fokus pada masalah pertahanan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan kepada CNA bahwa sejarah telah berperan dalam beragam strategi pengadaan pertahanan di Indonesia. Strategi ini dapat menimbulkan masalah interoperabilitas di masa depan, tambahnya.
Pada tahun 1999, Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan embargo senjata terhadap Indonesia setelah intervensi militer di Timor Timur.
Uni Eropa mencabut larangan tersebut pada tahun 2000, namun Amerika baru melakukannya pada tahun 2005.
Saat embargo, Indonesia membeli jet tempur Sukhoi dari Rusia.
Ibu Mengko berkata: “Pengalaman ditaklukkan oleh negara lain…memang mendorong Indonesia melakukan diversifikasi senjata untuk mengurangi dampak ketergantungan.
“Masalah interoperabilitas adalah salah satu konsekuensinya.”
Bapak Ali dari Marapi Consulting and Advisory juga mengemukakan bahwa memiliki peralatan dari berbagai sumber dapat membawa tantangan tersendiri.
“Ini merupakan tantangan tersendiri dari sudut pandang operasional dan logistik.
“Ada rencana untuk membangun sistem data link, namun program tersebut masih belum berjalan dengan baik.”
Datalink adalah sistem komunikasi standar yang memungkinkan penggunaan informasi di berbagai platform.
“Yang terpenting adalah bagaimana sistem komunikasi antar berbagai alutsista bisa terhubung. Oleh karena itu diperlukan data link.
“Alutsista Perancis, Amerika atau Inggris sebenarnya bisa menggunakan data link yang sama. Yang agak sulit untuk dikoneksikan adalah yang dari Rusia karena negara-negara Barat pasti tidak ingin perangkatnya terhubung ke Rusia,” kata Pak Ali.
Ia menambahkan, beragamnya strategi pengadaan pertahanan Indonesia terkait dengan pertimbangan kebijakan luar negeri.
“Kebijakan luar negeri kami tidak selaras. Kami tidak memihak. Ini bisa menjadi masalah.
“Ada juga yang masih trauma dengan embargo AS. Jadi, kita membeli dari AS, dari Perancis, dan lainnya… Kebijakan luar negeri non-blok kita di satu sisi bagus, namun juga bisa menimbulkan tantangan di sisi lain.”
Ketika diminta untuk mengomentari kemungkinan masalah interoperabilitas terkait pembelian Indonesia baru-baru ini, Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra mengatakan kepada CNA: “Semua pembelian alutsista telah melalui proses dan kajian yang mendalam…dan sesuai dengan kebutuhan tentara. ”
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan ada banyak alasan pembelian tersebut.
“Selain alasan teknis, pembelian alutsista juga terkait dengan pertimbangan geopolitik, geostrategis, diplomasi, dan lain-lain,” ujarnya sambil enggan berkomentar lebih lanjut.