JOKOWI MENGINGAT PNS Harus Menjalani GAYA HIDUP SEDERHANA
Di tengah meningkatnya pengawasan terhadap kekayaan pejabat pemerintah, pemerintah telah melarang pejabat publik mengadakan acara buka puasa selama bulan suci Ramadhan. Ramadhan berlangsung dari 23 Maret hingga 21 April.
Dalam arahannya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 23 Maret lalu mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta PNS dan pegawai negeri sipil untuk berbuka puasa dengan sopan.
“Saat ini PNS dan PNS sedang dalam pengawasan ketat masyarakat. Oleh karena itu, Presiden meminta para PNS dan PNS untuk berbuka puasa secara sopan dan tidak mengundang pejabat untuk berbuka puasa.
Oleh karena itu, kesopanan yang ditunjukkan Presiden akan selalu menjadi acuan (gaya hidup mereka), kata Pak Anung.
Beberapa hari kemudian, Presiden menjelaskan larangan tersebut hanya diperuntukkan bagi menteri dan pimpinan lembaga negara.
Amanat ini harus saya sampaikan karena begitu besarnya perhatian masyarakat terhadap kehidupan pejabat kita, kata Pak Widodo.
“Untuk itu saya mohon kepada aparatur pemerintah untuk menyambut bulan puasa tahun ini dengan semangat kesederhanaan, tidak berlebihan dan mengalihkan anggaran yang biasa digunakan untuk berbuka puasa untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.. .seperti disumbangkan kepada fakir miskin dan anak yatim.”
Ketika ditanya apakah kasus yang melibatkan Trisambodo dan pihak lain yang menjadi sorotan menyebabkan keputusan Presiden Joko Widodo untuk melarang acara buka puasa, pakar kebijakan publik Agus Pambagio dari lembaga pemikir PH & H Public Policy Interest Group mengatakan kepada CNA bahwa “ini adalah salah satu kasus Alasan”.
“Tapi menurut saya itu bukan kebijakan. Ini perintah internal Kabinet, jadi salah satu penyebabnya bisa jadi karena pembengkokan (kekayaan).
Ia mengatakan bahwa instruksi dari atas tidak efektif dalam mengekang gaya hidup mewah para pegawai negeri dan penyebab mendasarnya – korupsi.
“Tidak perlu ada arahan baru. Tangkap saja pelakunya,” kata Pambagio, seraya menekankan bahwa satu-satunya cara untuk memberantas korupsi di negara ini adalah dengan menegakkan hukum.
Secara terpisah, Devie Rahmawati, peneliti masalah sosial Universitas Indonesia, berpendapat pejabat pemerintah boleh-boleh saja memamerkan kekayaannya asalkan berasal dari sumber yang sah.
“Yang perlu dilakukan adalah melihat dari mana kekayaan masyarakat itu berasal. Kalau bukan karena korupsi, maka tidak masalah,” ujarnya.
Catatan Editor: Judul artikel ini telah diperbarui untuk mencerminkan fakta bahwa insiden tersebut merupakan dugaan penyerangan.